Langsung ke konten utama

[Resensi Buku] Sebuah Biografi Andy Noya : Kisah Hidupku

Meminjam Kacamata Andy

Sebuah perjalanan hidup seseorang memang selalu menarik untuk disimak. Terlebih jika itu sesosok public figur yang aktif malang melintang di dunia surat kabar dan pertelevisian seperti Bapak Andy F. Noya. Acara Kick Andy yang begitu melekat di sosok Andy sebagai host, sedikit banyak membuatnya semakin dikenal oleh pemirsa di Indonesia.


Judul Buku : Sebuah Biografi | Andy Noya | Kisah Hidupku
Pengarang : Andy F. Noya 
Editor : Andiana Dwifatama
Penerbit : Penerbit Buku Kompas 
Tahun Terbit : 2015
Tebal Buku : 418 halaman

Kick Andy telah membuat sebuah inovasi talkshow yang menginspirasi di Indonesia pada masanya dan hingga saat ini tetap konsisten pada jalurnya. Hal itulah mungkin yang membuat banyak orang tergugah untuk "membaca" kisah hidup beliau dalam bentuk biografi. Selain itu, bagi yang sudah tidak asing lagi dalam dunia ke-wartawanan tentu saja memiliki rasa penasaran yang lebih untuk menguak perjalanan, sekaligus hambatan dan kendala yang dihadapi oleh seorang Andy F. Noya dalam karirnya yang mungkin bisa menjadi inspirasi bagi insan pers Indonesia. 

Menengok ke isi buku biografi itu sendiri, diawali dengan pengantar buku yang diberikan oleh Jakob Oetama selaku Pemimpin Umum Harian Kompas serta Surya Paloh sebagai Chairman Media Group dan dilanjutkan dengan pemaparan kisah hidup (sesuai dengan judul biografinya) dari masa kecil hingga saat ini dengan usia Andy menginjak 55 tahun. 

Dalam penuturan di masa kecilnya, sebuah kehidupan yang keras tampak menempanya serta meninggalkan beberapa trauma dan perasaan tidak mengenakkan hingga saat ini. Dari perpisahan kedua orang tua, bullying, berpindah-pindah tempat tinggal, hingga terjerumus bergabung dalam geng anak-anak nakal pernah dihadapinya. 

Ada satu hal yang menjadi sebuah ciri khas kehidupannya dari kecil hingga dewasa yaitu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, bahkan pernah tinggal di gudang dan garasi yang disulap jadi kamar. Ia pernah tinggal di Surabaya, Malang, hingga tumbuh dewasa di Jayapura dan berakhir di Jakarta. Setiap tempat memiliki peristiwa yang melekat dan orang-orang yang tetap diingat hingga kini.


Kasih sayang dari ibu dan segala perlakuan yang diterimanya semasa kecil membentuk sebuah mental yang kuat bagi Andy. Hal itulah yang membuatnya bertahan hidup di kerasnya ibu kota walaupun sempat pula mengalami gegar budaya karena keadaan yang cukup ekstrem antara Jayapura dan Jakarta. Di Jakarta, keahliannya dalam dunia tulis menulis semakin terasah dan menonjol hingga ia memutuskan melanjutkan pendidikan ke STP (Sekolah Tinggi Publisistik) dengan penuh perjuangan karena lulusan STM menurut Dirjen Pendidikan Tinggi tidak bisa melanjutkan ke STP. 

Dalam pendidikannya inilah wawasannya semakin terbuka dan bahkan ia mulai terjun ke dunia kewartawanan sejak mahasiswa. Sebuah titik awal yang begitu mengesankan diawali dari terpilihnya ia menjadi salah satu dari 11 reporter buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia oleh penerbit Grafitipers yang merupakan penerbit majalah Tempo. Belakangan ia juga menjadi editor buku tersebut meskipun biasanya yang menjadi editor adalah wartawan senior Tempo. Hal itu membuatnya semakin percaya diri dan semakin larut dalam dunia kewartawanan sesuai dengan cita-citanya. Dalam proses itu pula-lah ia bertemu dengan gadis yang kini menjadi istrinya dan telah dikaruniai 3 orang anak laki-laki. Kisah cintanya yang unik menjadi seteguk air di antara kekeringan kesedihan-penderitaan yang mewarnai halaman-halaman sebelumnya. 


Bagian yang membuat buku ini lebih menarik tentu saja bagian yang menceritakan dunia kewartawanannnya. Seorang Andy yang dikenal berani, tegas dan memiliki prinsip terlihat pula dari cara penuturannya di buku ini. Ia memaparkan secara gamblang, apa saja yang terjadi di balik koran yang diterbitkan dan di balik layar sebuah tayangan televisi, termasuk di antaranya office politicking, media yang dibungkam, "amplop" dalam etika pers, serta antara profesionalisme dan kepentingan partai politik. 

Andy pada akhirnya menjadi pemimpin redaksi surat kabar Media Indonesia setelah dari Bisnis Indonesia dan Majalah Matra. Ia ikut pula merintis pendirian stasiun televisi berita pertama di Indonesia Metro TV dengan Surya Paloh sebagai pimpinan. Pada tahun 2006, Andy pun dipercaya untuk membuat sebuah acara sendiri Kick Andy yang melambungkan namanya saat ini bersama dengan Kick Andy Foundation-nya yang mencetuskan Gerakan Seribu Kaki Palsu gratis untuk membantu keluarga prasejahtera. 

Di akhir cerita, Andy memutuskan untuk mundur dari Metro TV untuk keluar dari zona nyamannya. Sebuah keputusan yang sulit diterima oleh Pemimpinnya dan Dewan Direksi dan menimbulkan banyak persepsi di kalangan rekan kerja. Pada akhirnya pengunduran dirinya dikabulkan dengan perjanjian ia tetap di Media Group sebagai "Advisor" dan tetap melanjutkan program Kick Andy dengan perjanjian kontrak terpisah. Andy menceritakan bahwa kini ia merasa bahagia disibukkan oleh kegiatan dari Kick Andy Foundation yang bisa membuatnya sebagai jembatan yang mempertemukan orang-orang yang membutuhkan bantuan dengan orang-orang yang memiliki hati untuk membantu. Belakangan ia dan istrinya mendirikan pula Yayasan Rama Rama dengan dana pribadi yang berfokus pada pendidikan, kesehatan dan kebahagiaan anak-anak. 


Dari semua cerita yang dipaparkan ada beberapa hal kecil namun sedikit kontradiktif disampaikan pada Bagian 2 : Hidup Serba Kekurangan, Sub Bagian Baju Ulang Tahun. Disana tertulis bahwa sejak itu ia benci ulang tahun, namun ketika dewasa diceritakan pada Bagian 8 : Terjun ke Dunia Kewartawanan, Sub Bagian Hadiah Ulang Tahun ia menyebutkan mendapatkan surat lulus test menjadi reporter merupakan kado istimewa di hari ulang tahunnya. Begitu pula yang terjadi pada Bagian 1 : Masa Kecil di Surabaya, Sub Bagian Kereta Ajaib disebutkan pengalaman buruk di masa kecilnya membuat alam bawah sadarnya merasa semua orang yang kakinya cacat dan memakai tongkat itu jahat bahkan ketika ia dewasa ia menghindar jika berpapasan dengan orang cacat kaki. Namun di Bagian 2 : Hidup Serba Kekurangan, Sub Bagian Gaby Kena Polio disebutkan Gaby tiba-tiba kehilangan kemampuan berjalan normal-nya dan harus menggunakan tongkat kayu untuk membantunya. Apakah saat itu Andy tidak teringat traumanya? Mungkin hal ini luput diceritakan. 

Secara umum, hal-hal seperti itu tidak akan mengganggu keseluruhan cerita namun bagi pembaca yang mengikuti dengan seksama dari awal hingga akhir akan mempertanyakannya juga. Namun bagi yang konsentrasinya pada "klimaks" cerita yaitu di bagian karir ataupun lainnya, itu tidak menjadi masalah yang besar. Cara penuturannya yang ringan, mengalir dan menggunakan kata ganti "Aku" membuat pembaca seakan mendengarkan cerita dari yang empunya kisah secara langsung. 

Sebuah kisah, bahkan trauma masa lalu yang dipaparkan akan berefek pada hasil akhir dari pribadi orang tersebut. Segalanya saling terkait dan kejadian-kejadian di masa lampau saling berhubungan dengan masa kini. Hal itulah yang mungkin ingin disampaikan Andy dalam biografinya. Andy menegaskan pula secara tidak langsung, bahwa tak ada yang sia-sia dalam kehidupan ini. Semua yang telah terjadi merupakan proses penempaan untuk mencapai pencapaian-pencapaian dan kebahagiaan dalam hidup. 

Setelah mengenalnya lebih dalam lewat buku, Andy adalah sesosok yang patut ditiru dalam hal mengejar Passion-nya tanpa henti, menemukan lentera jiwanya yang selalu menuntunnya sambil ikut menyinari. Semoga keputusan-keputusan yang kita ambil sebagaimana disiratkan oleh Andy, bukan untuk memenuhi rasa nyaman tapi untuk mencari kebahagiaan dan berbagi pada orang-orang di sekitar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku] Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat

Menjadi Manusia Bodo Amat yang Tidak Bodoh-Bodoh Amat Sebagai manusia yang memiliki perhatian yang sangat terbatas, kita tidak menyadari bahwa kita malah peduli dengan hal-hal yang sebenarnya tidak penting bagi diri kita. Sikap "bodo amat" yang terkesan negatif, ternyata kita perlukan juga agar kita bisa tetap "waras" di dunia yang semakin aneh ini.